Minggu, 25 November 2018

Filosofi Gunung #2

    Bagi sebagian Makhluk yang merasa paling sempurna, kota tak selalu menjadi tempat ternyaman.
   Angin kali ini membawa kami berkelana menuju titik tertinggi ke 3 pulau jawa, Sumbing, gunung dengan ketinggian 3371 meter di atas permukaan laut.
   Tempat awal yang kami tuju adalah wonosobo, kota dengan berbagai keindahan tekstur alamnya. Kami tiba di lokasi ketika matahari sedang sombong dalam keadaan tinggi
    Sejenak kami putuskan untuk beristirahat 1 malam di kota ini, kota yang secara harfiah adalah "tempat berkumpul di hutan"
   Matahari Tumbuh dan memutus rantai gelap dengan cara yang bijaksana, kami melanjutkan perjalanan dengan jasa ojek online menuju basecamp garung. selama perjalanan, Wonosobo dalam keadaan pagi ini berhasil membius mata kami dengan 2 makhluk anggunnya yang berdiri berdampingan, sindoro dengan warna ke emasan, dan sumbing dengan dingin yang masih melekat.
    Setelah sarapan, cek ulang perlengkapan dan melakukan registrasi, kami memulai pendakian dari basecamp garung, basecamp yang di kelolah oleh kawan kawan KPA STIK PALA. berdalih Sedikit mengehemat tenaga dan waktu untuk mengelabui rasa malas, kami pun naik ojek dari basecamp menuju pos 1. Sebuah pengalaman bagaimana jantung kali ini bermelody dengan nada tinggi.
   Track berkontur tanah yang sedikit basah menyambut kaki kami yang perlahan mulai melangkah, jalan yang semakin menanjak dan bisa di bilang sedikit tidak manusiawi berhasil memaksa bulir bulir keringat keluar dari pori pori, kami pun banyak beristirahat dan menyempatkan beberapa kali mengambil gambar dengan latar belakang sindoro yang masih berwarna ke emasan. semakin jauh beban semakin terasa, beberapa kali taruh tas, angkat lagi, taruh, angkat lagi, berat memang tapi setidaknya ini lah yang akan menghidupi kami dalam beberapa hari ke depan. Hingga akhirnya kami menyerah dan mendirikan tenda di sekitar pos 4.
    Perlahan dari ujung barat, langit sore menampakkan gradasi warna khasnya, Garis jingga tipis dan awan awan yang seolah mengiringi matahari turun ke bumi menambah syahdu temaram saat itu. Memang, senja adalah salah satu hal indah yang di ciptakan sang pengasuh semesta. Dingin yang merambat pelan seakan tak mampu mempengaruhi cara kami menikmati, dan dari berbagai celah dan cara kami memandang kagum perpaduan menawan antara Sindoro, sinar sinar kuning yang mulai menghilang dan awan yang menggulung pelan. Hingga akhirnya kabut perlahan turun, kami pun memutuskan untuk kembali ke tenda dan beristirahat.
   Pagi datang, gelap pun menghilang, dan sumbing masih menunjukkan keindahanya. Matahari mulai merayap pelan, seakan awan awan menariknya keluar dari persinggahan. Kami memulai perjalanan menuju puncak yang kurang lebih 3 jam dari tenda yang kami dirikan
   Hingga pada akhirnya, Titik tertinggi sumbing berhasil kita tapaki. Ada sebuah kebanggaan bagi saya, dimana sumbing adalah puncak ke 7 dari deretan 7 gunung tertinggi pulau jawa dan bagi saya pribadi, puncak adalah zona nyaman .
   Manusia di ciptakan dengan berbagai persepsi tentang keadaan. banyak yang mengatakan bahwa mendaki gunung adalah keluar dari zona nyaman, namun bagi saya, gunung dan hutan adalah salah satu tempat yang nyaman, dimana berbagai kemunafikan, kepalsuan dan kepura puraan yang selama ini melekat pada identitas kota lenyap seketika, di gunung kita melakukan sesuatu dengan apa adanya, tanpa ada penambahan tanpa ada pengurangan dan di dalam belantara, kita perlahan menjadi manusia seutuhnya manusia tanpa kepura puraan
     Indonesia tidaklah indah jika di lihat dari layar berkaca, berkemaslah, lalu melangkah

Salam Kelana
  

  
   
  

Jumat, 02 November 2018

Sajak Warung kopi #1


MIMPI ORANG SINTING

     Petang itu, di salah satu meja paling pojok sebuah warung kopi sederhana di sebelah kiri pertigaan jalan ada seorang lelaki paruh baya bermuka sedikit kusut, berbaju lusuh sedang melamun memandang ponselnya.
   Sejenak aku hanya melihatnya, lalu karena warung sedikit ramai aku putuskan untuk duduk di sebelahnya.
    " sendiri aja pak ?" tanyaku sedikit basa basi sambil menunggu kopi susu yang aku pesan tadi
    " iya mas, lagi sendiri aja, kalo mas nya sendiri juga ?" jawabnya dengan tetap memandang ponsel di genggaman
    " iya pak saya juga kebetulan lagi cari angin aja, sedikit bosan dengan suasana rumah yang begitu begitu saja"
     " lagi kerja apa mas sekarang ? "
  ah, Sebuah pertanyaan yang malas aku jawab dan sangat enggan untuk menjelaskan
     "Hanya sibuk jalan jalan saja pak sama photo photo pemandangan, bapak sendiri kerja dimana pak ? "
   pertanyaan ku tak lantas di jawab, lalu si bapak kembali meluncurkan pertanyaan yang sudah aku tebak sebelumnya
    "lho, kerja gimana mas jalan jalan sama photo photo, emang bisa hasil mas, bukanya jalan jalan itu hanya ngabisin uang malah banyak hura huranya mas."
   "iya pak saya hanya seorang photography freelance, kadang juga bikin video buat iklan iklan pariwisata di beberapa daerah pak"
   " kenapa nggak cari kerja yang tetap aja mas ?? saya aja yang pingin cari kerja tetap sulitnya minta ampun mas, mas sendiri malah nyari yang pendapatanya pasang surut"
   "saya kerja nggak cuma nyari uang aja pak, kebetulan apa yang saya kerjakan murni dari hati, dimana photography, jalan jalan dan bikin video adalah hobi saya pak, memang hasilnya nggak seberapa, tapi kalau di kerjakaan dari hati selalu ada kepuasan batin yang terpenuhi pak, dan saya rasa itu juga yang membuat saya nyaman dan tentram"
   " terus kalo pasang surut, nggak bisa jadi kaya dong mas ?"
   " nggak juga pak, rejeki sudah ada yang membatasi, seberapa kaya saya dan seberapa miskin saya sudah ada batas batasnya pak, nggak baik juga kan kalau kaya kelewat batas, pasti di curigai sana sini, di kira korupsi, ngepet babi, atau bahkan hasil mencuri, terlebih lagi kalo jadi orang kaya juga nggak enak pak, banyak pajak yang harus di pikir, terlebih lagi tanggung jawab di akhirat"
   " jadi photographer apa juga cita cita masnya dari dulu ??"
  " enggak juga pak, dulu saya ingin menjadi seorang engineer macam habibie pak, bikin pesawat, mendesain kendaraan atau alat berat. mangkanya saya kuliah di jurusan teknik, lambat laun cita cita saya berubah pak, karena keseringan main dan mengunjungi berbagai pelosok jawa timur saya ingin sekali memajukan beberapa potensi alam yang masih belum di kelolah secara maksimal, mungkin dari hasil mengelolah tempat wisata itu bisa membuka mata pancaharian warga sekitar. Yah itung itung memajukan negeri dari sisi ekonomi juga pak"
   " padahal jadi seorang engineer uangnya banyak lho mas !"
   "memang pak, tapi kalo nggak dari hati juga ngerjainnya bikin cepet tua dan hanya menunggu waktu mati. Terkadang saya berpikir kenapa di negeri ini cita cita yang tidak menghasilkan uang dianggap cita cita orang sinting ?"
   " ya bukan masalah gila atau tidaknya mas, ini masalah makan atau tidaknya mas"
   " untuk urusan makan saya lebih percaya Tuhan pak dari pada uang"
  Sejenak obrolan berhenti dan saling tatap ponsel masing masing. Kopi yang perlahan mulai dingin karena proses Thermodinamika yang begitu sulit di pahami akhirnya meluncur deras ke sebuah lepek tipis dengan mengikuti gaya gravitasi. Dari balik sebuah rutinitas yang selalu di anggap batas, kopi adalah sedikit hiburan bagi orang orang waras yang sedang berpikir kritis tentang hari esok, atau bahkan kawan yang pas untuk menemani sebuah lamunan lamunan kosong tanpa jeda dan mungkin bisa jadi sebuah alternatif penghangat suasana untuk berbicara kepada seorang yang sebelumnya tak saling kenal.
   " Rokok mas ?"
Sebuah kotak merah kecil keluar dari kantongnya. Marlboro, Rokok kaum kapitalis milik philip moris ditawarkanya kepadaku
  " Maaf pak saya nggak ngerokok"
  " ohh, maaf mas" lalu dengan tangan sebelah kiri ia merogoh saku belakang celana jeans yang ia pakai, tak menemukan sesuatu yang cari tangan pun berpindah ke saku sebelah kanan. Sedikit jengkel mungkin karena pemantik tak kunjung di temukan akhirnya ia meminjam korek pada orang yang kebetulan berada di sebelah kanannya. Sejalan kemudian asap dan nyala api pada rokok yang merambat pelan memutar kembali otaknya untuk bertanya.
  " udah lama mas menggeluti bidang photography sama jalan jalan dan bikin videonya ? "
  " baru 3 tahun ini pak, sebelumnya saya kerja di industri manufaktur sepeda motor"
  " waduuh, gaji besar dong ?? "
  " iya pak tapi percuma kalo gaji besar kerjanya nggak pake hati, malah bikin sering depresi karena tidak tau mana titik nikmatnya dalam bekerja"
   " iya juga sih mas"
agak sedikit berfikir dan menuangkan kopi yang mulai mengendapkan serbuknya, lalu seketika kopi itu  meluncur perlahan ke mulut si bapak.
  " Saya juga sebenarnya punya cita cita mas, tapi untuk merealisasikanya juga nggak mungkin, mana istri tiap hari ngeluh gara gara uang belanja yang selalu kurang, SPP sekolah anak yang tiap taun naik seperti harga bensin, belum lagi cicilian motor yang tiap bulan tidak boleh telat, kontrak kerja juga kurang 2 tahun lagi habis. Saya sudah nyerah mas buat mewujudkan cita cita saya, nggak sempat mikirin. yang saya pikirkan buat cari kerja yang tetap aja mas, kalo kayak gini pasti tiap 5 tahun sekali saya kelabakan cari kerja, seperti politisi saja mas, bedanya kalo politisi ngasih uang dulu baru cari uang kalo saya mah boro boro ngasih uang mas, kadang di warung ini saja saya masih utang." dengan sedikit tertawa ia menyeruput sekali lagi kopi hitamnya. saya rasa inilah Indonesia, hutang masih di mana mana tetapi canda tawa masih menghiasi wajah kita, keluh kesah mungkin makanan wajib bagi kita, dan serunya apa yang kita keluhkan sekarang akan menjadi bahan tawa kemudian hari.
  " Maaf pak, kalau boleh tau bapak punya cita cita apa pak ? " Tanya ku sambil menyambung percakapan.
   " Cita cita saya sederhana mas, saya cuman pingin mendirikan perpustakaan di rumah saya, kebetulan kampung daerah saya minat untuk membacanya sedikit mas, kalau di tanya sekolah mentok hanya sampai SMP. Kalau minat baca tinggi, kemungkinan niatan untuk mencari ilmu juga sejalan kan mas ? "
   " iya sih pak"
tak mampu saya berkata apapun, ternyata dibalik seorang buruh kontrak, masih ada cita cita mulia untuk memajukan generasi muda, minimal di daerahnya untuk gemar membaca.
   " konsep saya sederhana sih mas" lanjut si bapak
  " saya ingin membuat perpustakaan minimalis, dengan berbagai buku bacaan, yah mungkin di mulai dari koleksi saya sendiri "
  " bapak suka baca baca juga ??"
  " iya lah mas, kalau saya nggak suka baca mana mungkin saya punya cita cita mendirikan perpustakaan ? sampean ini gimana ? "
  "hahahaaha... iya pak maaf" sambung ku
      sejenak, sembari mematikan rokok yang hanya kurang dari setengah senti dari jari si bapak melanjutkan konsep konsepnya.
  " Mungkin nanti saya mulai dari beberapa koleksi buku saya mas, seperti buku bukunya Tan Malaka, Novel dari Pramoedya Ananta toer, lalu komik komik lama kepunyaan anak saya, mungkin  juga saya isi buku buku masak, biar tidak hanya menyasar kalangan muda saja mas, setidaknya ibu ibu yang daripada menggosip dan membicarakan acara televisi yang semuanya saya rasa sebatas settingan, mending baca buku masak, barangkali bisa buka katering atau setidaknya warung makan. Dan nanti saya juga mau cari donatur donatur yang mau nyumbang buku, saya tidak mau menerima uang mas, takutnya ikut kepakai, hehehhehe, maklum lah, masyarakat dengan upah minimum".
     " Cita Cita bapak keren pak, kenapa nggak di wujudkan aja pak ? "  lanjutku dengan menuangkan kopi susu yang sudah mendingin
     " Sebenarnya juga ingin mas, tapi bagi waktu dan tenaga juga sulit, mau bikin rak buku saja tak sempat, selain jadi buruh pabrik, kalau kebetulan di pabrik libur saya juga jadi buruh tani mas, mau gimana lagi mas, kalo nggak gitu dapur rumah nggak ngepul mas"
  " Gini aja pak, boleh minta kontak bapak, nanti saya coba hubungin teman saya yang di sebuah komunitas menumbuhkan minat baca, mungkin aja bisa membantu"
  " Boleh mas boleh" dengan menunjukkan beberapa angka di layar ponselnya, saya pun mencatat dan lekas saya kirim ke kawan saya yang bergerak di komunitas minat baca.
  " Oh iya mas, kita belum berkenalan"
  " hahahha, oh iya pak, saya Aksa pak" Sambil menyodorkan tangan, ku perkenalkan Identitas ku
   " Syamsuri"
   dengan menggenggam tanganku ia pun memperkenalkan diri
  Kopi si bapak hanya meninggalkan ampas nya, setelah beberapa obrolan tadi kami melanjutkan obrolan obrolan ringan. Tentang berbagai keluh kesah si bapak dalam menjadi buruh kontrak, tentang keluh kesah saya salam melakukan perjalanan dan merekam. Hingga pada akhirnya Si bapak berpamitan untuk pulang karena esok pagi si bapak harus mengais rejeki dari kepulan asap industri.
  Waktu telah merambat begitu cepat, Hampir tak terasa aku melamun hingga dini hari, dan tetap, dengan segelas kopi susu yang sudah ku pesan untuk ke dua kalinya, aku pun masih tak mampu mendeskripsikan kemuliaan seseorang.
   Memang benar, Sebaik baiknya manusia adalah manusia yang bermanfaat. Tak melihat pangkat, jabatan, harta ataupun popularitas, Kemuliaan seseorang hanya dapat dilihat dengan bagaimana cara memperlakukan sesama, tentang apa yang ia impikan, dan tentang cara memandang sebuah kehidupan. Cita cita mulia tak hanya milik seorang relawan, tak hanya milik mereka yang mempunyai gelar bangsawan, dan juga bukan monopoli seseorang dengan sebutan Pahlawan. Cita cita yang mulia adalah milik mereka dengan kepedulian yang tertanam kokoh pada jantung jantung terdalam manusia, milik mereka yang memandang manusia lebih dengan hati, bukan hanya sekedar dengan mata.
  Warung kopi yang semula ramai, perlahan menjadi sepi, dan hanya menyisakan 3 ekor manusia yang hanya saling menatap layar berkaca, termasuk aku. Buka tutup aplikasi dan akhirnya bosan menghampiri, dan hingga akhirnya saya putuskan untuk kembali pulang, dan dengan dingin malam yang telah mencapai puncaknya, obrolan obrolan tadi tetap membuatku bertanya tanya, seberapa manfaatkah saya terhadapa dunia ? minimal terhadap lingkup daerah yang sekarang aku diami. Dan mungkin pertanyaan itu akan terjawab dengan berbagai kisah yang kelak aku lewati, menjadi manusia seperti apakah aku nanti ??