Nadir hempas raih mencibir
Mengadu kata pada bibir yang terlumat singkir
Mengharap malam pada diam
membunuh pendar dalam sadar
Dan aku, tak mau melihatmu terpenjara dalam getir sela sela gontai payah
cekam kian menerkam
sepi kian sunyi
dan lampu lampu sudut ruang mulai padam
aku berimajinasi dengan andaian kata kita
melahap jelajah
mengurai deru tanya
sampai pada suatu titik, siapa kita ?
Jawab yang tak terlogika
tak mampu hanya dengan berdialektika
berdiskusi hingga mencapai diksi
mengoyak dalam cerita hingga terlahir nyata
dan bahkan dalam celah terdalam nalar tak mampu mengurai benar
Cukup
Mata kian lelah tertipu arah
jiwa mulai punah terlindas berat nelangsa
dan harapan itu masih ada dalam kaki yang melangkah pada kehidupan bumi dan pada sebuah tinggi jasad ini merekam remuk redam nestapa kehidupan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar