Selasa, 04 Desember 2018

MENTALITAS ENGINEER

  Engineer, mungkin banyak dari kita lebih menyebutnya sebagai ahli rekayasa teknologi, atau lebih di kenal dengan istilah insinyur. Engineer adalah sebuah profesi dimana teori teori para scientist atau mimpi mimpi kosong seorang scientist di wujudkan oleh para engineer, mungkin salah satu sebutan bagi seorang engineer adalah pesulap. Dan disini saya tidak membahas lebih lanjut tentang apa itu engineer dan macam macamnya, saya hanya mencoba menarasikan tentang mentalitas seorang engineer.
    Engineer terlahir tidak mudah begitu saja, banyak sekali proses proses yang harus di lalui, misalnya seorang engineer di bidang mekanikal, ia harus memahami konsep dasar 4 elemen, yaitu panas, Liquid, gas dan logam dan dimana dalam tiap tiap elemen masih terbagi lagi menjadi beberapa mata kuliah dengan teorema teorema sadis yang membuat otak retak setengah. Ambil contoh panas, panas sendiri masih di bagi menjadi 2, pergerakan panas atau yang di sebut thermodinamika, dan perpindahan panas yang di sebut heat transfer, mungkin dari sini akan timbul pertanyaan mengapa tidak di sebut Thermo transfer, atau heat dynamic ?? mungkin lain waktu saya akan mencoba mengorek lebih lagi. Kembali ke permasalahan. kita tahu bahwa 2 ilmu ini cukup rumit dan sulit, bahkan banyak dari berbagai mahasiswa teknik menyebutnya sebagai ilmu ghaib, dimana yang harus di pahami adalah suhu dan panas, sesuatu yang abstrak.
   Dari beberapa mata kuliah yang sedikit kami anggap khayal atau abstrak, kami para engineer di didik dan di latih untuk mencari sebuah cara, sebuah pemecahan untuk sebuah problem, jika dirasa masih belum bisa atau masih terjadi sebuah kesalahan maka selalu ada koreksi koreksi dan koreksi lagi agar kita mengetahui dimana salah kita. Inilah yang menjadi karakter atau mentalitas engineer, tek selalu menyalahkan tetapi bagaimana mencari sebuah titik temu permasalahan, selalu mengoreksi diri tanpa pernah menjatuhkan orang lain agar kekurangan dapat tertutupi. memang pernah membenci, tapi tak pernah memaki, macam politisi di senayan yang kerap tuding sana sini demi sebuah kursi atau bahkan demi gengsi.
   memang masih banyak lulusan lulusan engineer yang bidang perkuliahannya tak linier dengan pekerjaan yang di dapat atau di tekuni, tetapi saya yakin, mentalitas engineer adalah modal yang sangat berharga dimana semangat pantang menyerah dan selalu introspeksi tertancap permanen pada poros diri.
   Akhir kata, saya bersyukur dan bangga menjadi seorang engineer yang di tempa oleh berbagai persoalan persoalan kompleks meski hanya dari soal soal 1 paragraph dengan jawaban 4 lembar bolak balik kertas folio, meski hanya dari pelajaran pelajaran rumit dan tidak masuk akal, dan dari situlah bagaimana kami belajar tentang terus mengoreksi diri apakah ada yang salah tanpa pernah menyalahkan, tentang bagaimana mencari sebuah solusi tanpa debat panjang yang berujung saling maki, dan tentang bagaimana kita menjadi manusia yang benar benar bermanfaat bagi penduduk bumi.

Salam literasi

Dicky A.Q

Minggu, 25 November 2018

Filosofi Gunung #2

    Bagi sebagian Makhluk yang merasa paling sempurna, kota tak selalu menjadi tempat ternyaman.
   Angin kali ini membawa kami berkelana menuju titik tertinggi ke 3 pulau jawa, Sumbing, gunung dengan ketinggian 3371 meter di atas permukaan laut.
   Tempat awal yang kami tuju adalah wonosobo, kota dengan berbagai keindahan tekstur alamnya. Kami tiba di lokasi ketika matahari sedang sombong dalam keadaan tinggi
    Sejenak kami putuskan untuk beristirahat 1 malam di kota ini, kota yang secara harfiah adalah "tempat berkumpul di hutan"
   Matahari Tumbuh dan memutus rantai gelap dengan cara yang bijaksana, kami melanjutkan perjalanan dengan jasa ojek online menuju basecamp garung. selama perjalanan, Wonosobo dalam keadaan pagi ini berhasil membius mata kami dengan 2 makhluk anggunnya yang berdiri berdampingan, sindoro dengan warna ke emasan, dan sumbing dengan dingin yang masih melekat.
    Setelah sarapan, cek ulang perlengkapan dan melakukan registrasi, kami memulai pendakian dari basecamp garung, basecamp yang di kelolah oleh kawan kawan KPA STIK PALA. berdalih Sedikit mengehemat tenaga dan waktu untuk mengelabui rasa malas, kami pun naik ojek dari basecamp menuju pos 1. Sebuah pengalaman bagaimana jantung kali ini bermelody dengan nada tinggi.
   Track berkontur tanah yang sedikit basah menyambut kaki kami yang perlahan mulai melangkah, jalan yang semakin menanjak dan bisa di bilang sedikit tidak manusiawi berhasil memaksa bulir bulir keringat keluar dari pori pori, kami pun banyak beristirahat dan menyempatkan beberapa kali mengambil gambar dengan latar belakang sindoro yang masih berwarna ke emasan. semakin jauh beban semakin terasa, beberapa kali taruh tas, angkat lagi, taruh, angkat lagi, berat memang tapi setidaknya ini lah yang akan menghidupi kami dalam beberapa hari ke depan. Hingga akhirnya kami menyerah dan mendirikan tenda di sekitar pos 4.
    Perlahan dari ujung barat, langit sore menampakkan gradasi warna khasnya, Garis jingga tipis dan awan awan yang seolah mengiringi matahari turun ke bumi menambah syahdu temaram saat itu. Memang, senja adalah salah satu hal indah yang di ciptakan sang pengasuh semesta. Dingin yang merambat pelan seakan tak mampu mempengaruhi cara kami menikmati, dan dari berbagai celah dan cara kami memandang kagum perpaduan menawan antara Sindoro, sinar sinar kuning yang mulai menghilang dan awan yang menggulung pelan. Hingga akhirnya kabut perlahan turun, kami pun memutuskan untuk kembali ke tenda dan beristirahat.
   Pagi datang, gelap pun menghilang, dan sumbing masih menunjukkan keindahanya. Matahari mulai merayap pelan, seakan awan awan menariknya keluar dari persinggahan. Kami memulai perjalanan menuju puncak yang kurang lebih 3 jam dari tenda yang kami dirikan
   Hingga pada akhirnya, Titik tertinggi sumbing berhasil kita tapaki. Ada sebuah kebanggaan bagi saya, dimana sumbing adalah puncak ke 7 dari deretan 7 gunung tertinggi pulau jawa dan bagi saya pribadi, puncak adalah zona nyaman .
   Manusia di ciptakan dengan berbagai persepsi tentang keadaan. banyak yang mengatakan bahwa mendaki gunung adalah keluar dari zona nyaman, namun bagi saya, gunung dan hutan adalah salah satu tempat yang nyaman, dimana berbagai kemunafikan, kepalsuan dan kepura puraan yang selama ini melekat pada identitas kota lenyap seketika, di gunung kita melakukan sesuatu dengan apa adanya, tanpa ada penambahan tanpa ada pengurangan dan di dalam belantara, kita perlahan menjadi manusia seutuhnya manusia tanpa kepura puraan
     Indonesia tidaklah indah jika di lihat dari layar berkaca, berkemaslah, lalu melangkah

Salam Kelana
  

  
   
  

Jumat, 02 November 2018

Sajak Warung kopi #1


MIMPI ORANG SINTING

     Petang itu, di salah satu meja paling pojok sebuah warung kopi sederhana di sebelah kiri pertigaan jalan ada seorang lelaki paruh baya bermuka sedikit kusut, berbaju lusuh sedang melamun memandang ponselnya.
   Sejenak aku hanya melihatnya, lalu karena warung sedikit ramai aku putuskan untuk duduk di sebelahnya.
    " sendiri aja pak ?" tanyaku sedikit basa basi sambil menunggu kopi susu yang aku pesan tadi
    " iya mas, lagi sendiri aja, kalo mas nya sendiri juga ?" jawabnya dengan tetap memandang ponsel di genggaman
    " iya pak saya juga kebetulan lagi cari angin aja, sedikit bosan dengan suasana rumah yang begitu begitu saja"
     " lagi kerja apa mas sekarang ? "
  ah, Sebuah pertanyaan yang malas aku jawab dan sangat enggan untuk menjelaskan
     "Hanya sibuk jalan jalan saja pak sama photo photo pemandangan, bapak sendiri kerja dimana pak ? "
   pertanyaan ku tak lantas di jawab, lalu si bapak kembali meluncurkan pertanyaan yang sudah aku tebak sebelumnya
    "lho, kerja gimana mas jalan jalan sama photo photo, emang bisa hasil mas, bukanya jalan jalan itu hanya ngabisin uang malah banyak hura huranya mas."
   "iya pak saya hanya seorang photography freelance, kadang juga bikin video buat iklan iklan pariwisata di beberapa daerah pak"
   " kenapa nggak cari kerja yang tetap aja mas ?? saya aja yang pingin cari kerja tetap sulitnya minta ampun mas, mas sendiri malah nyari yang pendapatanya pasang surut"
   "saya kerja nggak cuma nyari uang aja pak, kebetulan apa yang saya kerjakan murni dari hati, dimana photography, jalan jalan dan bikin video adalah hobi saya pak, memang hasilnya nggak seberapa, tapi kalau di kerjakaan dari hati selalu ada kepuasan batin yang terpenuhi pak, dan saya rasa itu juga yang membuat saya nyaman dan tentram"
   " terus kalo pasang surut, nggak bisa jadi kaya dong mas ?"
   " nggak juga pak, rejeki sudah ada yang membatasi, seberapa kaya saya dan seberapa miskin saya sudah ada batas batasnya pak, nggak baik juga kan kalau kaya kelewat batas, pasti di curigai sana sini, di kira korupsi, ngepet babi, atau bahkan hasil mencuri, terlebih lagi kalo jadi orang kaya juga nggak enak pak, banyak pajak yang harus di pikir, terlebih lagi tanggung jawab di akhirat"
   " jadi photographer apa juga cita cita masnya dari dulu ??"
  " enggak juga pak, dulu saya ingin menjadi seorang engineer macam habibie pak, bikin pesawat, mendesain kendaraan atau alat berat. mangkanya saya kuliah di jurusan teknik, lambat laun cita cita saya berubah pak, karena keseringan main dan mengunjungi berbagai pelosok jawa timur saya ingin sekali memajukan beberapa potensi alam yang masih belum di kelolah secara maksimal, mungkin dari hasil mengelolah tempat wisata itu bisa membuka mata pancaharian warga sekitar. Yah itung itung memajukan negeri dari sisi ekonomi juga pak"
   " padahal jadi seorang engineer uangnya banyak lho mas !"
   "memang pak, tapi kalo nggak dari hati juga ngerjainnya bikin cepet tua dan hanya menunggu waktu mati. Terkadang saya berpikir kenapa di negeri ini cita cita yang tidak menghasilkan uang dianggap cita cita orang sinting ?"
   " ya bukan masalah gila atau tidaknya mas, ini masalah makan atau tidaknya mas"
   " untuk urusan makan saya lebih percaya Tuhan pak dari pada uang"
  Sejenak obrolan berhenti dan saling tatap ponsel masing masing. Kopi yang perlahan mulai dingin karena proses Thermodinamika yang begitu sulit di pahami akhirnya meluncur deras ke sebuah lepek tipis dengan mengikuti gaya gravitasi. Dari balik sebuah rutinitas yang selalu di anggap batas, kopi adalah sedikit hiburan bagi orang orang waras yang sedang berpikir kritis tentang hari esok, atau bahkan kawan yang pas untuk menemani sebuah lamunan lamunan kosong tanpa jeda dan mungkin bisa jadi sebuah alternatif penghangat suasana untuk berbicara kepada seorang yang sebelumnya tak saling kenal.
   " Rokok mas ?"
Sebuah kotak merah kecil keluar dari kantongnya. Marlboro, Rokok kaum kapitalis milik philip moris ditawarkanya kepadaku
  " Maaf pak saya nggak ngerokok"
  " ohh, maaf mas" lalu dengan tangan sebelah kiri ia merogoh saku belakang celana jeans yang ia pakai, tak menemukan sesuatu yang cari tangan pun berpindah ke saku sebelah kanan. Sedikit jengkel mungkin karena pemantik tak kunjung di temukan akhirnya ia meminjam korek pada orang yang kebetulan berada di sebelah kanannya. Sejalan kemudian asap dan nyala api pada rokok yang merambat pelan memutar kembali otaknya untuk bertanya.
  " udah lama mas menggeluti bidang photography sama jalan jalan dan bikin videonya ? "
  " baru 3 tahun ini pak, sebelumnya saya kerja di industri manufaktur sepeda motor"
  " waduuh, gaji besar dong ?? "
  " iya pak tapi percuma kalo gaji besar kerjanya nggak pake hati, malah bikin sering depresi karena tidak tau mana titik nikmatnya dalam bekerja"
   " iya juga sih mas"
agak sedikit berfikir dan menuangkan kopi yang mulai mengendapkan serbuknya, lalu seketika kopi itu  meluncur perlahan ke mulut si bapak.
  " Saya juga sebenarnya punya cita cita mas, tapi untuk merealisasikanya juga nggak mungkin, mana istri tiap hari ngeluh gara gara uang belanja yang selalu kurang, SPP sekolah anak yang tiap taun naik seperti harga bensin, belum lagi cicilian motor yang tiap bulan tidak boleh telat, kontrak kerja juga kurang 2 tahun lagi habis. Saya sudah nyerah mas buat mewujudkan cita cita saya, nggak sempat mikirin. yang saya pikirkan buat cari kerja yang tetap aja mas, kalo kayak gini pasti tiap 5 tahun sekali saya kelabakan cari kerja, seperti politisi saja mas, bedanya kalo politisi ngasih uang dulu baru cari uang kalo saya mah boro boro ngasih uang mas, kadang di warung ini saja saya masih utang." dengan sedikit tertawa ia menyeruput sekali lagi kopi hitamnya. saya rasa inilah Indonesia, hutang masih di mana mana tetapi canda tawa masih menghiasi wajah kita, keluh kesah mungkin makanan wajib bagi kita, dan serunya apa yang kita keluhkan sekarang akan menjadi bahan tawa kemudian hari.
  " Maaf pak, kalau boleh tau bapak punya cita cita apa pak ? " Tanya ku sambil menyambung percakapan.
   " Cita cita saya sederhana mas, saya cuman pingin mendirikan perpustakaan di rumah saya, kebetulan kampung daerah saya minat untuk membacanya sedikit mas, kalau di tanya sekolah mentok hanya sampai SMP. Kalau minat baca tinggi, kemungkinan niatan untuk mencari ilmu juga sejalan kan mas ? "
   " iya sih pak"
tak mampu saya berkata apapun, ternyata dibalik seorang buruh kontrak, masih ada cita cita mulia untuk memajukan generasi muda, minimal di daerahnya untuk gemar membaca.
   " konsep saya sederhana sih mas" lanjut si bapak
  " saya ingin membuat perpustakaan minimalis, dengan berbagai buku bacaan, yah mungkin di mulai dari koleksi saya sendiri "
  " bapak suka baca baca juga ??"
  " iya lah mas, kalau saya nggak suka baca mana mungkin saya punya cita cita mendirikan perpustakaan ? sampean ini gimana ? "
  "hahahaaha... iya pak maaf" sambung ku
      sejenak, sembari mematikan rokok yang hanya kurang dari setengah senti dari jari si bapak melanjutkan konsep konsepnya.
  " Mungkin nanti saya mulai dari beberapa koleksi buku saya mas, seperti buku bukunya Tan Malaka, Novel dari Pramoedya Ananta toer, lalu komik komik lama kepunyaan anak saya, mungkin  juga saya isi buku buku masak, biar tidak hanya menyasar kalangan muda saja mas, setidaknya ibu ibu yang daripada menggosip dan membicarakan acara televisi yang semuanya saya rasa sebatas settingan, mending baca buku masak, barangkali bisa buka katering atau setidaknya warung makan. Dan nanti saya juga mau cari donatur donatur yang mau nyumbang buku, saya tidak mau menerima uang mas, takutnya ikut kepakai, hehehhehe, maklum lah, masyarakat dengan upah minimum".
     " Cita Cita bapak keren pak, kenapa nggak di wujudkan aja pak ? "  lanjutku dengan menuangkan kopi susu yang sudah mendingin
     " Sebenarnya juga ingin mas, tapi bagi waktu dan tenaga juga sulit, mau bikin rak buku saja tak sempat, selain jadi buruh pabrik, kalau kebetulan di pabrik libur saya juga jadi buruh tani mas, mau gimana lagi mas, kalo nggak gitu dapur rumah nggak ngepul mas"
  " Gini aja pak, boleh minta kontak bapak, nanti saya coba hubungin teman saya yang di sebuah komunitas menumbuhkan minat baca, mungkin aja bisa membantu"
  " Boleh mas boleh" dengan menunjukkan beberapa angka di layar ponselnya, saya pun mencatat dan lekas saya kirim ke kawan saya yang bergerak di komunitas minat baca.
  " Oh iya mas, kita belum berkenalan"
  " hahahha, oh iya pak, saya Aksa pak" Sambil menyodorkan tangan, ku perkenalkan Identitas ku
   " Syamsuri"
   dengan menggenggam tanganku ia pun memperkenalkan diri
  Kopi si bapak hanya meninggalkan ampas nya, setelah beberapa obrolan tadi kami melanjutkan obrolan obrolan ringan. Tentang berbagai keluh kesah si bapak dalam menjadi buruh kontrak, tentang keluh kesah saya salam melakukan perjalanan dan merekam. Hingga pada akhirnya Si bapak berpamitan untuk pulang karena esok pagi si bapak harus mengais rejeki dari kepulan asap industri.
  Waktu telah merambat begitu cepat, Hampir tak terasa aku melamun hingga dini hari, dan tetap, dengan segelas kopi susu yang sudah ku pesan untuk ke dua kalinya, aku pun masih tak mampu mendeskripsikan kemuliaan seseorang.
   Memang benar, Sebaik baiknya manusia adalah manusia yang bermanfaat. Tak melihat pangkat, jabatan, harta ataupun popularitas, Kemuliaan seseorang hanya dapat dilihat dengan bagaimana cara memperlakukan sesama, tentang apa yang ia impikan, dan tentang cara memandang sebuah kehidupan. Cita cita mulia tak hanya milik seorang relawan, tak hanya milik mereka yang mempunyai gelar bangsawan, dan juga bukan monopoli seseorang dengan sebutan Pahlawan. Cita cita yang mulia adalah milik mereka dengan kepedulian yang tertanam kokoh pada jantung jantung terdalam manusia, milik mereka yang memandang manusia lebih dengan hati, bukan hanya sekedar dengan mata.
  Warung kopi yang semula ramai, perlahan menjadi sepi, dan hanya menyisakan 3 ekor manusia yang hanya saling menatap layar berkaca, termasuk aku. Buka tutup aplikasi dan akhirnya bosan menghampiri, dan hingga akhirnya saya putuskan untuk kembali pulang, dan dengan dingin malam yang telah mencapai puncaknya, obrolan obrolan tadi tetap membuatku bertanya tanya, seberapa manfaatkah saya terhadapa dunia ? minimal terhadap lingkup daerah yang sekarang aku diami. Dan mungkin pertanyaan itu akan terjawab dengan berbagai kisah yang kelak aku lewati, menjadi manusia seperti apakah aku nanti ??
 
 

    

     
     
 

 
   

Kamis, 18 Oktober 2018

A K U

Seraya memasungkan diri dalam hingar bingar sedih,
jiwa ini hanya pasrah terhadap kata nanti.
leher yang terjerat oleh rantai rantai sepi
kaki yang terikat oleh tali tali sunyi
Jemari puntak mampu lagi menggengam dan bercerita tentang embun yang menguap pergi

Seperti cahaya matahari yang menembus celah celah bumi
raga ini tak terbendung untuk berkelana
Mata pun tak kuasa melihat indah - Nya
bergelut dengan ilalang pagi
menembus kabut dan menulis macam macam diksi
serta tentang seduh harum bijih aroma kopi

Semua bukan tentang bagaimana berdiri tegap di antara bentangan awan putih
atau menjadikan kita sejajar dengan garis jingga mentari
Semua hanya tentang sebatas menikmati
lengkung cakrawala yang terekam oleh lensa mata
dan lukisan indah karya Sang pengasuh Semesta

Aku.
hanya sebatas manusia yang hanya  mampu bercerita
Aku.
Hanya sebongkah jiwa yang sedang merindukan kelana
Aku.
entah lah......

Sabtu, 06 Oktober 2018

Filosofi Gunung #1

       Tak selamanya menuju puncak gunung harus melewati jalan terjal menanjak, terkadang kita harus turun lagi dengan curam, lalu kita mendapatkan tanjakan lagi sebelum akhirnya kita menggapai puncak gunung itu. Ini adalah sebuah filosofi, pembelajaran yang harus kita maknai dalam mendaki, seperti halnya kita, sebelum kita mendapatkan puncak yang mulai terlihat jelas, kita akan di hadapkan dengan turunan curam, ini mengajarkan kita tentang bagaimana saat kita berada dalam titik terendah saat kita benar benar melihat sesuatu yang akan kita raih, kita akan di paksa untuk putus asa, jengkel, bahkan menangis, tetapi itu semua tentunya akan mengupgrade tekad kita, tentang filosofi kita bahwa setelah berada dalam titik terendah kehidupan, kita akan menanjak, lalu mendapatkan puncak.
  berlelah lelahlah dalam berkelenan, dan selalu ada makna, filosofi, pembelajaran yang akan kita dapatkan dalam setiap perjalanan

                                           
                                         Dicky A.Q, 06 Oktober 2018

                                                   Salam Kelana

Sabtu, 29 September 2018

Bisa apa / apa bisa

Bisa apa ??
jika semesta telah menancapkan mu pada manusia itu ?
memohon ? meronta ? menangis ?
bahkan jagat raya pun tak peduli pada rintih yang menggema dalam selimut gulita
Doa pun enggan merayap pada angkasa,
dan harapan itu takut memudar seperti temaram yang kian terlumat petang

Aku bisa apa ??
jika memang angin perlahan membawamu kembali pada pangkuannya ?
menarikmu kembali pun tak akan mampu,
bahkan dengan jangkar jangkar kenangan yang selalu kita ceritakan

Aku bisa apa ??
saat rintik rasa itu menghujam kembali dan kau terjatuh lagi, pada manusia yang pernah membuatmu seakan hidup kembali dan telah mengikatmu dengan emas pada ujung jari
aku bisa apa ??

Lalu, selaras dengan langit yang mulai menguning
tanya itu berganti " apa aku bisa ?"
memilikimu seutuhnya, tanpa celah, tanpa sisa,
raga dan jiwa yang mengendap di dalamnya

Apa aku bisa??
membuatmu bahagia ?
Aku bahkan tak terlalu jenius untuk mengkreasi tawa
mengajakmu berkeliling tempat wisata ??
aku hanya tau tentang bagaimana berkelana dengan menumpang

Apa aku bisa ??
membelikanmu cincin permata ??
aku hanya mampu mengajakmu berkelana

Apa aku bisa ??
Duduk dengan nyaman dalam sederhana pesta perkawinan ??

Apa aku bisa ??

Senin, 03 September 2018

Hari itu

Aku takut pada hari itu
hari dimana harapan harapan sirna
dan kau memintaku untuk berlalu

Aku takut tepat pada hari itu
hari dimana ragu terhadapku menderamu
hari dimana rasa percaya sekejap musnah
hancur tak bercelah

Aku takut pada hari itu
hari dimana kau menggenggam tangan bukan denganku
hari dimana bukan aku yang menjadi sandaranmu
hari dimana kau enggan menyapa ku

Aku Takut
Hari itu aku benar benar takut

Kamis, 30 Agustus 2018

ERAT

Hingga pelataran pagi mengubur dalam gelap malam
Aku hanya berdiri tenang
memandang kisah dalam tentang, atau batin yang sedang berperang

Sejak dingin mulai meraba paksa
aku hanya membalut diri dalam tabung sunyi
bermimpi, berimajinasi
hanya itu yang bisa aku temui
lalu, entah lah !!

Sajak sajak omong kosong ini hanya penyampai Harap pada waktu yang berlari lambat, dan pada jarak yang tersekat aku hanya bisa memaki hebat

Doa magrib tak luput dari ucap
percaya pada sebuah niscya.
membuang ragu yang kian erat memeluk raga
lalu, pada bait pertama dalam kata selanjutnya
hanya dalam rindu aku membentuk aksara

Rabu, 29 Agustus 2018

I N D O N E S I A

Bu
aku ingin menapakkan kaki pada tiap jengkal negeri ini, bergemuruh dengan ombak, berkejaran dengan pagi
lalu saat senja terperosok ke dalam ujung bumi aku ingin duduk tenang dan menikmati

Bu
bolehkah aku berkelana, pada tiap tiap inchi tanah negeri ini
negeri yang kau sebut replika surga, negeri yang tumbuh bersamamu, dan kini ia semakin tua

Bu
aku meminta ijin bu, untuk hanya sekedar melintasi cakrawala yang terbentang sepanjang ufuk yang berjalan
menggapai luas lautan dan tingginya pegunungan

Bu
Negeri ini tidak sedang sakit, ia hanya sedikit lelah bu,
negeri ini sudah semakin lelah pada manusia manusia serakah yang tak tau bosan menjarah

Bu
kelak, aku akan persembahkan padamu cerita yang menawan dari ujung negeri ini bu, dari harmoninya hutan, sampai dalam lautan

Bu
jika aku lelah berkelana nanti aku ingin mendekap kuat peluk mu bu,
aku ingin menunjukkan bentangan awan dari atap kerinci, salju di puncak jaya, terumbu yang indah di takabonerate, dan lebatnya hutan leuser

Bu
tapi ketahuilah,
bahwa tempat terbaik ada di rumah ini bu
dengan segala hangat yang kian terasah
lalu kenang yang sulit untuk binasa

Ibu, terimakasih
dalam balut hangat mentari sang pertiwi

Sabtu, 25 Agustus 2018

Ilustrasi

Kau
ilustrasi semesta yang terangkum dalama raga
sempurna ??
tidak, kau penuh luka
namun senyum itu menutup sempurna

Kau
rangkaian kosa kata indah
yang tereplika dalam sorot mata
mengurai tanya, apakah pantas aku memilikinya ?

Kau
Titik terdalam pada untaian doa
melipat malam, berharapa pelan
meratapi imaji
bahwa kau, hal yang tak dapat terdefinisi yang pernah kumiliki

Kau -------> F.A

Kamis, 23 Agustus 2018

ANTARA

Aku karam pada rindu yang mencekam
mengobrak abrik logika
menghacurkan raga
dan sesak, menghunus tajam pada jantung yang kian melemah

hanya rasa yang bisa saling menyalahkan antara
pada jeda ketika saling berpisah
lalu waktu, mendekap sombong
berjalan pelan, seolah hanya ia yang bisa mengendalikan ruang

Mata sayu menutup mimpi
pada titik temu yang entah kapan ia menepi
terombang ambing, terbentur, lalu tenggelam
dalam laut kenang yang menghanyutkan bimbang

Sendi sendi kian tak kuatkan diri
menahan rindu yang  tak lagi tau malu
memaksa datang, dan enggan menarik pulang
lalu perlahan, ia meretakkan alam tenang

Minggu, 19 Agustus 2018

Sajak pagi dari kopi

Kopi pagi ini mengurai berbagai narasi
seolah bercerita tentang demonstrasi dalam nadi
melawan matahari yang kian meninggi
dengan kantung mata yang lebam tak bisa terdeskripsi

kopi pagi ini seakan bercerita
tentang hikayat kita seorang manusia
yang dahulu berbicara kini hanya saling berbalas aksara

kopi pagi ini mengkritik
tentang peradaban makhluk yang kian menguntit
berhemat untuk kemudian hari di kira pelit
berhamburan dan terselip doa agar lekas pailit

kopi pagi ini mengajak kita berdiskusi
tentang mengurai mimpi
tentang cara melepaskan dari berbagai diksi
dan tentang irama hidup dalam legam simphony

dan kopi pagi ini membicarakan inspirasi
tentang memulai, dan tak perlu mengakhiri
berdengung dengan berbagai imajinasi
memutar otak hingga menyusutkan paru paru sebelah kiri
lantas kita bertanya, untuk apa terlahir pada bumi ini ??

Sabtu, 07 Juli 2018

Kembali

Dalam rengkuh pagi yang terus berangkat maju
kau persembahkan kembali Surya yang sedang malu
menata kembali rongga paru paru yang telah remuk
menghidupkan kembali harapan untuk menjadi tulang rusuk

perlahan, nyawa yang hampir tertelan kembali pada pangkuan badan
harapan yang tersapu angin dan melanyang, kini pulang dari peraduan

Terimakasih
pada setangkup kepercayaan yang telah kau beri kembali
pada jiwa yang hampir terlahap inti bumi
merasakan sesak yang mengarak
risak yang mengoyak

jantung yang berdetak lambat kini beradu pada detik yang bergerak cepat
hati yang buta perlahan menemukan pendar cahaya
dan dalam suatu titik sunyi malam, aku terus berdoa,
membasahi lidah, mengurai tanya, apakah ini sebuah keajaiban,
keajaiban tentang bagaimana cara mendapatkan
keajaiban tentang bagaimana buih buih harap itu kembali

Terimakasih
pada paragraph baru yang tertata lagi
pada narasi tentang kita nanti
dan monolog ini, aku urai, untukmu terkasih

Kamis, 21 Juni 2018

LARI !!

Titik subuh yang memandang jenuh sekarang pudar dengan tampang riuh
pada matahari yang terbangun dari lintas batas,
aku tetap berdiri, mencoba meraih mimpi, mengikhlas kan apa yang saat ini pergi, dan menggapai baru tanpa harus mengubur lalu

Sudahkan sarapan pagi ?
lekas lah, lalu kita beranjak pergi,
bukan untuk menenangkan hati
tapi hanya meraih kembali makna menjelajah bumi

Ayo berlari !!!
Bukankah hari ini kita mencoba bangun dari berbagai ilusi
melompat !!!
Dan bukankah kita ingin bebas dari jantung yang sesak terjerat

Duduk lah di tepi pantai
memandang horisontal biru pekat yang damai
atau hanya berdiam di puncak gunung menunggu surya pagi secara sadar terbangun

Dan ingatlah
bahwa kelak, cinta tak hanya tentang merelakan tak hanya mengikhlaskan, tapi berjuang bangkit dari serbuan kenangan, Tak harus membuang yang lalu, dan berkompromilah dengan dahulu.

Sudahkah terbangun dari mimpi burukmu ?
tetaplah meraih impian, bergeraklah, wahai perasaan

Selasa, 19 Juni 2018

DIKSI


Bolehkah aku berbagi diksi
tentang seorang yang saat ini aku anggap ilusi
pernah berucap dan bernada tentang selamat pagi
menghantar pekat malam dan berdoa dalam mimpi

Dan kali ini, aku membentak lirih
pada segaris kuning yang tercipta oleh matahari
bahwa aku pernah bodoh dan dan tercabik perih
dihantam lebam dendam, di pendam kelam diam

Ketika sore datang dengan ringkih,
paru paru terjerat sesak pada ruang yang selama ini terisi,
kau dengan paksa menarik semuanya kembali,
seperti seakan mematahkan sistem kerja tulang sendi.

Lantas bagaimana sekarang aku berhalusinasi
menanya kabar pun kau masih mengendapkan emosi.
apakah kita harus berbagi pahit rasa kopi
hingga kau tau, bagaimana cerita kita nanti ?

Kau suruh aku pergi ?
lalu bagaimana kau betah dalam lingkar sendiri ?
bahkan aku yang mendiami bumi patah hati
tak mampu merekam menulis dan mengambil arti dari senyap yang menggantung pada dinding dinding ratap sunyi

namu ingat, bila suatu kali kau kembali dan menemui ku di sudut itu lagi, percayalah, bahwa aku tak pernah beranjak pergi, dan dengan berbagai peluru yang menghujam nadi, kesetian itu tetap ku jaga dengan rapi

BEKU

Dingin subuh membekukan detak jantung
Sesak hingga retak, lemah menuju binasa
Mencoba menerka luka di sepanjang langkah
Berdialog lirih tentang kenyataan pada pagi

Tepat setelah matahari membuka celah sunyi
aku tergeletak terdiam tak tahu arti, mengandai kata terhempas mimpi
merebus kehangatan, lalu menyiramkan ke badan
agar lara yang kau tinggal luntur bersama ingatan

Lepas kulit yang membalut raga,
perlahan kau cabut kenang yang ada
melibas bahagia yang tersisa
hingga kau membuatku seakan punah

dan pertanyaan pertanyaan yang tak mengerti bosan, selalu menghadap pelan
masikah ada harapan ?
masihkah kau beri aku kesempatan ?
dan pada kenyataannya kau hanya terdiam

Saat matahari mencoba meninggi
aku mengharap ada sebuah janji
tentang bagimana kita memulai lagi
meski hanya sebatas sapa, seperti 2 orang asing yang mencoba berkenalan lewat sosial media



Minggu, 17 Juni 2018

Mohon

Malam tersekat pada hampar kerinduan
Aku mendongak cemas pada keresahan
pada kata kata yang kau berikan
perlahan menuntunku ke pemakaman

Deru jantung terlilit kenang
otak kanan tak mampu lagi berimajinasi tentang depan
dan kau telah menancapkan dalam, paku paku kehancuran

aku memenuhi pesanmu dengan permohonan
beri aku kesempatan
dan akan aku lakukan,
beri aku kepercayaan, dan aku jaga dari kesia siaan

Air mata tak lagi basah
hati teracun, perlahan mati
jantung berdegup lemah
darah darah yang membawa rasa tak lagi terpompa
lantas masih kah kau tega
melihat orang yang pernah kau sayang
membusuk bersama bayang bayang kesalahan

Aku memang salah
merespon lambat, hingga kau lelah
aku memang bodoh
kau mencari harapan, aku pelan menuju kepastian
Maaf atas itu
tapi bukankah masih bisa terkejar
mengikuti bagian terang fajar

Selasa, 12 Juni 2018

Terka

pada depan teras rumah yang merengkuh sunyi
aku coba menerjemahkan diri
menatap layar 5 inci
dan mulai menerka pesan mu apakah itu dari dalam hati

Maafkan aku
bila lelah telah menderamu
bila bosan mulai mencekik mu
dan bila pudar mulai berkawan akrab denganmu

kamus kamus tentang romansa mulai kubuka
lembar demi lembar, terbaca kian samar
kata demi kata yang mulai mengertak tanya
dan dalam kalimat "berubah",
aku mulai panik, seakan menghadap binasa

Bertahanlah,
pada jerat jerat niscaya
percayalah,
pada sederet improvisasi yang ku buat
dan ingatlah
pada narasi yang perlahan membuka sekat

Ada sedikit harap yang ingin ku kejar
menghilangkan ragu, membalut raga
melihat senyum, lalu mendekap mesra
dan, sejenak kita mengandai khayal
tentang esok, kita bertualang kemana

sayangku,
terimakasih kali ini aku ukir merdu dalam tiap deskripsi deskripsi sajak  ini
biarka ia berkejaran, merangkak naik memasuki celah pikiran

sayangku
masih adakah sudut kecil dalam hatimu ?
sejenak aku singgahi, lalu aku pergi
bukan, bukan pergi meninggalkanmu sayang,
aku pergi bertualang, menjelajah vena, melewati aorta, dan lalu menemukan indah telaga dalam kisah yang tersimpan pada bilik kanan jantungmu

tolonglah,
aku yang pernah  merasakan patah
aku yang sekali melawan siksa
dan pendar cahaya yang mulai perlahan naik aku temukan pada coretan lensa mata,
dan kau, telah menarikku dari dalam jurang nestapa

sayang,
terimakasih ku menghujam deras tanpa henti
kau telah merekatkan retak pada jiwa yang sendiri
pada badan yang telah tertawan sepi
terpenjara kabut malam dan kuat aroma kopi, lalu kau datang, dengan menawarkan indah pagi

Venny, Tolong janganlah pergi

Minggu, 10 Juni 2018

2 Semesta

sebelumnya,
Kita adalah 2 semesta yang saling berbeda
Seperti sebuah replika mata angin
antara selatan dengan utara
tak pernah ada jiwa yang saling mengikat rasa

lalu kita bertemu pada pekat malam itu
di bawah redup lampu kota, di depan jalan raya
di dalam parkiran mini market biasa
aku memandang tanya, tanpa ada kata yang tercerna
menatap sombong, bersajak bohong
dan salam perpisahan,
hanya sebatas omong kosong

Tak ada batas waktu yang terjanjikan
kau muncul dengan berbagai kenapa
disudut atas kanan instagram,
kita saling berdialektika
perlahan kita mbahas destinasi
lalu merayap pelan pada musisi
dan pada akhirnya, kita saling melepas puisi

Terimakasih,
pada sebatas garis waktu yang terjadi
perlahan kita saling berbagi
mengajari sebuah arti
memperdalam inti filosofi
dan sulit terucap pada kalimat pergi

Sabtu, 09 Juni 2018

Makna dalam langkah

banyak orang yang berfikir bahwa alam dan gunung yang mengajari kita, terlebih para pendaki yang dengan bangga telah mencapai puncak ini dan itu, namun saya rasa, gunung, sungai pohon dan makhluk makhluk lain yang bersemayam bersamanya hanya melakukan hal hal biasa yang selalu mereka lakukan.
kita bukan lah makhluk yang selalu di tuntun, bahkan meminta semesta sekalipun, kita manusia adalah makhluk yang berfikir, yang dapat mencari makna dalam setiap kehidupan, entah dari gunung, dari laut, sungai bahkan halaman depan rumah kita
dan mendaki, bukan tentang belajar kepada alam, tapi lebih mencari makna, memperdalam filosofi, mengahayati arti, dan mengasah rasa
dan jika di andaikan, coba lihat tanah tanah yang kita pijak pada setiap jalur pendakian, ia selalu bersabar, ia tak pernah meronta, atau membelah, meski ia bisa, ia hanya ingin menuntun kita manusia manusia yang sombong, untuk melihat indah semesta, dari sini dapat kita cari sebuah arti, meski sakit terinjak, ia tetap ramah malah dengan sabar ia menunjukan indah.
dan semoga, setiap langkah kita, selalu ada sebuah makna, sebuah arti, yang kita renungi, sebagai warisan generasi nanti

salam langkah, salam kelana

Dicky Aliswan Qomarullah

Sajak "kau"

cangkir ku malam ini tak berisi kopi
Hanya berisi pekat aroma iri
membias tipis membalut getir emosi
Mencabik jiwa menikam nalar
hanya menyisa amuk liar

Aku pesan kopi ku sekali lagi
dan tepat ketika ku minum, ia mengalirkan genangan genangan nestapa
pahit yang kian menyudut sempit
hitam yang tak kuat meredam

dan kopi, perlahan terganti
pada jernih air putih.
terpampang jelas pada celah kornea mata
melihat diri yang kian hina
dan hanya kotor,
pada darah yang mengalir dalam vena

titik cahaya terlihat dari ujung sempit menara
pendar yang memancar
gelap yang termakan
cangkirku terhempas
pecahh !!!
menyisakan beling beling kerapuhan
dan tepat pada saat itu sajak yang berjudul "kau" datang
membersihkan serakan putus asa
menata kembali kepingan harap

Terimakasih
ya, terimakasih pada sajak yang berjudul "kau"
merekatkan yang retak
menata yang telah lama musnah
dan mengajak aku kembali, melihat titik terdalam dari semesta


Jumat, 08 Juni 2018

Jawab yang tak terlogika

Nadir hempas raih mencibir
Mengadu kata pada bibir yang terlumat singkir
Mengharap malam pada diam
membunuh pendar dalam sadar
Dan aku, tak mau melihatmu terpenjara dalam getir sela sela gontai payah

cekam kian menerkam
sepi kian sunyi
dan lampu lampu sudut ruang mulai padam
aku berimajinasi dengan andaian kata kita
melahap jelajah
mengurai deru tanya
sampai pada suatu titik, siapa kita ?

Jawab yang tak terlogika
tak mampu hanya dengan berdialektika
berdiskusi hingga mencapai diksi
mengoyak dalam cerita hingga terlahir nyata
dan bahkan dalam celah terdalam nalar tak mampu mengurai benar

Cukup
Mata kian lelah tertipu arah
jiwa mulai punah terlindas berat nelangsa
dan harapan itu masih ada dalam kaki yang melangkah pada kehidupan bumi dan pada sebuah tinggi jasad ini merekam remuk redam nestapa kehidupan

Sabtu, 26 Mei 2018

Kelana

Berbelit sepi pada dataran tinggi.
Perlahan membunuh , terkoyak berbagai fiksi.
Dan pada tiap langkah menuju Pagi.
kata pulang selalu menjadi berbagai diksi
menjatuhkan air mata, menangkap titik emosi

Berpetualang , berjalan sejauh kaki melangkah
Sejauh  bayangan kian melayang
dan paling jauh diantara yang jauh.

Arti pulang akan selalu kita temukan,
akankah menjadi hujan mimpi ?

Singgah pada keindahan pelangi, singgah pada hangatnya mentari
Singgah pada tetesan embun pagi
Singgah pada kesunyian malam
dengan alam merdu suara hutan
seakan mencengkram untuk enggan pulang,
Membuat lupa jalan pulang.

Namun utasan kata pulang seakan mengoyak pikiran
Dikediaman yang paling dalam aku bergegas pulang.
Merentas rindu yang sempat tersimpan

Berjalanlah aku , berjalan sejauh mungkin untuk kutemukan arti pulang sesungguhnya

Ibu , peluk hangat engkau lah yang menghantar kaki ini menemukan jalan pulang
Bersilah sederhana di depan perapian
Bercengkrama, bercerita, mangaju tanya,
dan semua hangat itu tercipta
pada benda beratap dan berongga
yang selalu tertanam kata pada rumah

Kamis, 17 Mei 2018

Melangkah lah

Tepat setelah menghadapmu dalam diam di tengah malam, aku percaya kelak kau yang akan memperpaiki kerah kemejaku sayang
dengan membawa tas besar itu, aku begitu yakin terdapat mental sang pemenang dalam tiap nadirmu

Namamu Venny kan,
nama itu seperti sebuah judul dalam lukisan yang terpancar megah pada lapisan tengah kornea
ia membiaskan berbagai cahaya cahaya harapan dan bersatu dalam sebuah naungan rindu

Namamu Venny kan
ia terdengar seperti sebuah bisik pelan dalam simphoni angin yang menabrak lembut ilalang, memutarkan berbagai perspective beda dalam menemukan suatu pandang

Dan tepat dalam setiap langkah menuju pagi mu, kaki kaki itu selalu dalam basah doa doa ku
dan pada setiap petualangan petualangan hebatmu, selalu ada telinga yang siap mendengar cerita cerita seru mu

aku ingin tau sayangku, bagaimana caramu menghadap sunyi belantara, bagaimana caramu menghapus lelah dalam menemukan indah telaga dan bagaimana caramu dalam mengajariku arti percaya

Kau tau sayangku
dalam bait bait puisi ini selalu ada misteri tentang bagaimana kita nanti
tentang apa yang akan terjadi
dan apapun itu, aku tak peduli
dan setiap genggam tangan yang mengisi sela sela jari
aku percaya bahwa kau lebih dari kata arti
lebih dari sekedar filosofi dan lebih indah dari tiap kata yang ku buat ini

Tetaplah bertualang sayangku
ajak aku melihat hal hal baru
temani aku menanggapi cerita sang dingin
ajari aku menikmati pekat aroma kopi
dan ajari aku, tentang apa itu definisi pagi

Rabu, 16 Mei 2018

Ragu

Raga yang mulai berkawan pada Ragu
Jiwa yang mulai menghindar percaya
dan ingin yang enggan berjabat tangan dengan yakin
Semua mulai tersamar oleh debu debu kemunafikan
semua yang mulai tercecer pada puing puing kebohongan
dan niscaya tentang romansa, perlahan mulai pudar

Minggu, 13 Mei 2018

Indonesia Rindu

Indonesia merindukan pagi yang sederhana
Tanpa jiwa yang terampas, tanpa raga yang terhempas
Indonesia merindukan mentari dengan senyum pipih
menikam pagi dengan kopi, bukan dengan Bom bunuh diri

Kamis, 10 Mei 2018

Goresan manusia warung kopi

Ada yang terbang tinggi untuk melihat bawah
ada juga yang berdiri rendah hanya untuk memandang atas
selalu ada inspirasi yang berpijar pada manusia manusia bebas
dan hidup selalu penuh dengan kemungkinan kemungkinan yang tak terbatas

Mari duduk lah berhadapan,
bukankah kita selalu berdiskusi tentang pekat aroma kopi ?
atau sekedear berbincang basa basi tentang kemana libur nanti
dan dengan cara ini, kita tau tentang bagaimana melepas emosi
menggerak liar, menyelami debu debu imaji

kemarilah
aku tau kau punya berbagai cerita
dan aku yakin itu bukan sebuah nestapa
dan bukan pula tentang sengsara
aku yakin itu cerita hebatmu tentang sebuah belantara, tentang cara kau mengabadikan sunyi telaga

pesanlah minuman favoritmu
aku tau banyak pikiran pikiran hebat yang terjerat di dalam otak mu
minumlah dulu.
lalu kita berbagi kisah, dan mungkin lebih banyak melempar tawa

Salam kelana
untuk mereka yang akan melangkah kemana

Senin, 23 April 2018

Salam pagi mahameru

Pada balik punggung itu,
selalu ada yang terbit dan tenggelam
ada yang muncul, dan perlahan sirna
dan pada akhirnya, semua kembali pada nestapa
pada kikuknya kami dalam menghadap semesta

pesan itu berbingkai manis dalam kabut malam
dingin, sepi, terkoyak berbagai ilusi
memandang seru debu debu imaji
bertiupan, berirama, terselip dalam berbagai symphoni

pada mahameru yang tinggi itu
selalu ada ucapan selamat pagi
dan aroma liar dari secangkir kopi

Jumat, 20 April 2018

21-April - 2018

Bergeraklah seperti itu
melangkah jauh dari sebelumnya
tentang wanita indonesia yang kian merdeka
Menunjukkan hakikat juang yang hebat,
dengan belajar, berkarya, dan mungkin berkelana,
tetaplah menjadi makhluk makhluk yang menginspirasi,
dari indonesia, untuk penjuru bumi manusia
Selamat Hari Kartini.
Untuk wanita wanita hebat, di seluruh pelosok negeri

Sabtu, 14 April 2018

Hidup seperti Memasak Air

Pada dasarnya hidup hanyalah seperti memasak air, yang menentukan cepat tidaknya mendidih bukan alat atau cara memasaknya, namun dimana kita memasaknya, semakin rendah atmospher suatu daerah, maka air akan semakin cepat menuju titik didih, pun seperti hidup. jika tekanan atmospere kita asumsikan sebagai tantangan, dan titik didih kita analogikan sebagai kebosanan, maka kita dapatkan bahwa semakin rendah tantangan yang kita hadapi pada suatu tempat, atau suatu wilayah atau suatu pekerjaan, maka semakin cepat bosan pula kita, berlaku juga dengan sebaliknya, semakin tinggi suatu tantangan yang kita terima, maka untuk mencapai titik bosan itu akan relatif lebih lama

Senin, 02 April 2018

jangan sebut pendaki

banyak dari mereka bangga di sebut " pendaki" tapi saya malah malu di sebut pendaki, apalagi di ajak untuk menjadi anggota pecinta alam, yang seharusnya para pecinta alam itu tau tentang navigasi darat, membaca koordinat, paham apa itu azimut back azimut, menentukan titik resection dan intersection dan mungkin banyak tahu tentang teknik survival alam terbuka, pertolongan medis darurat, dan lain lain, bukanya saya tidak mau untuk di ajak gabung dengan organisasi pecinta alam, namun saya masih merasa ilmu saya tentang kegiatan outdoor masih sangat minim, dan takutnya saya bahkan tidak bisa memberi kontribusi, justru semakin merepoti.

Minggu, 25 Maret 2018

Definisi Pagi

Definisi pagi bukan matahari yang beranjak malu dari pengasingan.
Definisi pagi hanyalah lelah yang telah di istirahatkan
Asa yang bertukar menjadi harap
penat yang berganti menjadi semangat
dan aroma kopi yang merayap lambat di sela sela kabut polusi

Jumat, 23 Maret 2018

Tetaplah seperti itu

masikah kawah itu  bernafas ?
masikah pasir pasir itu selembut dahulu ? masikah pohon pohon itu menjadi musuh polusi ?
masikah debu debu itu berkawan dengan angin ?
lalu masihkah kau tetap tak pernah ingkar janji, merapi ?

tetaplah seperti itu,

Tetaplah menunjukkan bentangan awan awan liar yang bergerak pelan

Rabu, 07 Maret 2018

L•A•N•G•K•A•H

Jika melangkah hanyalah sebuah gerak
maka lelah akan membengkak
jika tujuan hanyalah tentang pencapaian
lalu proses akan teransingkan

kesana kemari,
berlari, bermimpi,
lalu mencari arti

arti ribuan hujan yang menusuk tanah
arti sebuah kabut yang mendesak rumput
dan arti bebas yang kian lepas

berkelana
tidak tentang kemana, bukan tentang dimana
tapi tentang mengapa, dan ada apa

tentang sebuah filosofi
antara malam dan pagi
atau tentang cerita
antara mentari dan senja

berjalan
tetaplah berjalan,
demi sebuah perjuangan
melihat matahari dan awan
berdiri secara presisi, di tanah tertinggi,
atau merekam eidelweis yang sedang berdansa dengan angin, yang selalu mengajarkan kita untuk menahan ingin.

Tetaplah melangkah
meski lelah
meski payah
meski tak berharta
dan akhirnya, kita akan menemukan kepingan kepingan bijaksana

- Raung, 11 Agustus 2016 -

Kamis, 08 Februari 2018

Kerikil Semeru

Aku ingin kembali Mahameru
tentang sunyi dalam keabadian,
terdengar simphony simphony angin dingin kumbolo
berlarian, mengejar kabut yang perlahan menghilang.
atau sekedar berbincang tentang kerikil kerikil tajam di balik punggungmu

Aku ingin kembali Mahameru
dengan tetesan keringat dan sebuah keindahaan,
bukan dengan tetesan air mata,
melihatmu semakin ringkih,
terjajah oleh kertas kertas sampah ucapan tak berguna

Aku ingin kembali mahameru
menulis dongeng tentang matahari yang terperosok dalam lembah mu, atau tentang pohon pohon tua yang saling merintih oleh sayatan manusia manusia pencari pengakuan

Aku ingin melihatmu lagi mahameru
dimana aku hanya dapat menulis kalimat - kalimat ini dari atas kasur yang hangat, dengan kebosanan kebosanan yang biasa

Senin, 29 Januari 2018

Hilang tanah lapang

Para kuli menyerbu tanah lapang
seperti teater seni perang batarayudha
senjata mereka bukan lah keris atau pedang
senjata mereka mesin mesin penghancur tanah

Tanah lapang depan rumah
berubah jadi bangunan tak berguna
yang tujuannya buat tambah uang najis di kantong kepala desa
mengeruk Anggaran negara
Berdalih demi sejahtra

Tanah lapang depan rumah
pererjemah imajinasi para bocah
berlari dengan tawa,
tapi sekarang ??
entahlah

Warga warga sekitar tanah
alat permainan uang kotor kepala desa
hanya di beri janji janji bodong berupa fasilitas mewah,
namun akhirnya ?
hanya penguasa penguasa kaya yang menerima

Tanah lapang depan rumah
hanya sebuah sejarah bagi bocah penikmat senja

Rabu, 24 Januari 2018

Panggung Penanggungan

panggung penanggungan
seperti sajak sajak penyair kelas teri
hanya membahas tentang keindahan
tentang gagahnya mahameru,
tentang kepulan asap welirang.

namun aku tidak, aku hanya ingin berbicara dengan sunyi
aku hanya ingin bersetubuh dengan dingin
dalam selimut selimut kabut hitam

lampu lampu kota terlihat mewah dari bayangan, sebuah hiburan kuno para pengelana yang lelah
namun aku tidak,
aku hanya menunggu kopi ku yang mulai dingin, dan bercerita kepada angin tentang siapa yang menciptakan mereka
tentang keabadian mereka dan tentang awan awan kecil yang mulai lenyap

Kamis, 04 Januari 2018

Kesombongan senja

Merah mu gagah
terpandang megah
seperti berwibawah
Tapi kau selalu menjadi lambang lelah

Senja
Tergelincir elok di ufuk barat
membuat terang kian menjadi sesat
banyak makhluk meronta berat
takut tertikam oleh dingin hebat

Senja
kau selalu sombong
tapi kau ringkih
kau terlihat hebat
tapi selalu bersembunyi

Senja
kau selalu termakan malam

senja,
tidak, aku tak suka menamai mu senja.
aku lebih suka menyebutmu Sore

Rabu, 03 Januari 2018

Senja Atau Pagi

pagi atau senja ?
Pagi menghidupkan, senja mematikan
pagi menghangatkan, senja membekukan

pagi atau senja ?
pagi terselip sebuah harapan
senja menuntun keputus asaan

pagi atau senja ?
pagi memberi kesederhanaan
senja melihatkan kesombongan

pagi atau senja ?
pagi membawa terang
senja membawa petang

pagi atau senja ?
kau pilih pagi pergilah ke gunung
kau pilih senja pergilah ke laut

pagi atau senja ? entahlah
tapi yang pasti kau akan merindukan puncak